id
id

Peneliti UI Tawarkan Teknologi Budidaya Lebah Tanpa Sengat Untuk Kemandirian Ekonomi

Berdasarkan data Kementrian Agama Republik Indonesia, saat ini Indonesia memiliki 26.973 pondok pesantren yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Di masa pendemi, banyak pondok pesantren yang terkendala secara ekonomi akibat menurunnya perekonomian masyarakat Indonesia. Tim peneliti Universitas Indonesia (UI) mencoba menjawab kendala ini melalui konsep kemandirian ekonomi pondok pesantren melalui sentuhan teknologi dan entrepreneurship dalam sebuah rangkaian kegiatan pengabdian masyarakat (pengmas).

Tim ini terdiri dari para dosen dan peneliti UI, yaitu Dr. Eng. Muhamad Sahlan, S.Si., M.Eng. (FTUI), Prof. Dr. Heri Hermansyah ST. M.Eng. (FTUI), Dr. Kenny Lischer (FTUI), Dr. Aprilliana Cahya (FTUI, Dr. Rambat Lupiyoadi (FEB UI), dan juga beberapa praktisi peternakan lebah, yaitu Chandra Akso Diana, Jeffry Lesmana, dan Yogie. Dalam kegiatan tersebut, teknologi yang diimplementasikan adalah teknologi budidaya lebah tanpa sengat (stingless bee).

Teknologi ini dikembangkan dengan bantuan dana dari Bank Indonesia. Ketua tim peneliti, Muhamad Sahlan, mengungkapkan, “Kami memilih inovasi budidaya lebah tanpa sengat sebagai langkah tepat yang dapat diterapkan dalam menciptakan kemandirian pondok pesantren. Hal ini karena budidaya lebah tanpa sengat mudah dilakukan, lebah yang dibiakkan juga dapat berkembang biak berdampingan dengan manusia, dan madu yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.”

Tiga pondok pesantren terpilih sebagai pilot project pusat percontohan perlebahan nasional untuk program pengmas ini, yakni Pondok Pesantren Nurul Qur’an (Bengkulu), Pondok Pesantren Alam Indonesia (Sulawesi Selatan) dan Pondok Pesantren Al-Kahfi (Nusa Tenggara Barat). Ustad Nanang, pengasuh pondok pesantren Nurul Qur’an, Kabupaten Lebong, Bengkulu mengungkapkan antusiasmenya terhadap program ini.

“Usaha budidaya lebah yang dilaksanakan sebagai bentuk kerja sama antara Bank Indonesia dan tim FTUI ini sangat berdampak pada keberhasilan pondok kami. Terbukti budidaya lebah tanpa sengat ini sudah menghasilkan madu dan selalu terjual habis untuk konsumen, hal ini tentu menghasilkan keuntungan bagi pesantren,” ujar Nanang.

Hal yang sama turut diungkapkan oleh para pengasuh dua pondok pesantren lainnya, yaitu Dr. Hisbullah dari Pondok Pesantren Alam Indonesia di Kabupaten Baru, Sulawesi Selatan dan Ustad Fuad dari Pondok Pesantren Al-Kahfi Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Usaha budidaya lebah tanpa sengat ini dianggap sangat potensial membantu kemandirian pesantren yang mereka asuh, mengingat lokasi pondok pesantren yang bersebelahan dengan hutan lindung. Lokasi ini merupakan keunggulan komparatif yang sangat menguntungkan bagi pondok pesantren.

“Bayangkan jika sebagian besar pondok pesantren di Indonesia memiliki kemampuan usaha budidaya lebah tanpa sengat, maka mereka akan dapat menghasilkan bibit lebah dan madu. Hasil penjualan dan pembudidayaan bibit lebah dan madu ini ke depannya akan dapat membantu meningkatkan perekonomian secara lokal, regional bahkan mungkin secara nasional,” kata Sahlan. Sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW dan telah terbukti secara medis, katanya, madu merupakan salah satu produk pemenuhan kebutuhan daya tahan tubuh dalam menghadapi pandemi yang hingga saat ini belum berakhir.

”Jika pada zaman kolonial pondok pesantren memiliki peran melawan penjajah, maka di masa pandemi ini pondok pesantren punya peran berjuang melawan ketertinggalan melalui usaha kemandirian pesantren,” kata Sahlan.

X