id
id

UI Kukuhkan Tiga Guru Besar Teknik

Dari kiri ke kanan, Prof. Ir. Widjojo Adi Prakoso, M.Sc, Ph.D; Prof. Dr. Ir. Winarto,M.Sc; Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, MT
Dari kiri ke kanan, Prof. Ir. Widjojo Adi Prakoso, M.Sc, Ph.D; Prof. Dr. Ir. Winarto,M.Sc; Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, MT

Universitas Indonesia (UI) kembali menambah jumlah guru besarnya dengan mengukuhkan tiga guru besar dari Fakultas Teknik (FT). Mereka adalah Prof.Dr.Ir.Winarto,M.Sc dalam bidang Teknik Metalurgi dan Material, Prof.Ir.Widjojo Adi Prakoso, M.Sc, Ph.D bidang Teknik Sipil dan Prof.Dr.Ir.Nelson Saksono, MT bidang Teknik Kimia. Para profesor tersebut dikukuhkan pada Rabu (24/2) di Balai Sidang, kampus UI Depok yang dipimpin oleh Rektor UI Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met. Ketiga Guru Besar FTUI ini telah mendedikasikan diri dalam pengembangan ilmu sesuai bidangnya masing-masing sehingga telah memberikan manfaat bagi dunia industri Indonesia khususnya dalam rangka pengembangan aspek rekayasa guna mencapai proses industri berkinerja tinggi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

Dalam pidato pengukuhannya, Prof. Winarto akan menyampaikan topik “Peranan Teknologi dan Profesi bidang Penyambungan Logam dalam Menghadapi Tantangan MEA.” Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan industri dan memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi komponen logam. Kemajuan di bidang Teknologi penyambungan logam senantiasa berkembang mengikuti tren penggunaan material maju (advanced material). Demikian pula, sumber daya manusia untuk melakukan pengelasan seperti Enjiner Las (Welding Engineer) juga harus mampu merancang dan memahami perkembangan material baru, sehingga material tersebut dapat mudah untuk dirancang dan difabrikasi. Para SDM pengelasan harus siap menghadapi tantangan komunitas ekonomi yang tunggal di ASEAN yaitu MEA. Antisipasi dan pentingnya SDM bidang pengelasan telah dipersiapkan oleh masyarakat pengelasan Indonesia melalui kesiapan lembaga sertifikasi personil baik secara Internasional (IIW), Regional (AWF) maupun Nasional (BNSP). Solusi terbaik dalam menghadapi tantangan MEA yaitu kerjasama solid antara pemerintah beserta asosiasi atau lembaga bidang pengelasan Indonesia untuk mendorong diadakannya pelatihan keterampilan kompeten di bidang pengelasan dan menyusun peraturan kebijakan yang komprehensif dan jelas mengenai implementasi MEA sehingga membantu industri bidang manufaktur las dan juga pekerja bidang pengelasan Indonesia.

Lebih lanjut, Prof.Widjojo memaparkan pidato “Rekayasa Geoteknik dan The Internet of Things: Peluang dan Tantangan.” Rekayasa geoteknik adalah rekayasa antarmuka (interface) peradaban manusia dan bumi tempat mereka berpijak. Antarmuka tersebut umumnya dapat direkayasa guna mendukung perkembangan peradaban: membangun ruang di atas daratan dan lautan melalui sistem pondasi, serta membangun ruang dan mengular di bawah permukaan bumi melalui sistem konstruksi bawah tanah dan terowongan. Dalam konteks UI, hubungan rekayasa geoteknik dan IoT dapat diterjemahkan dalam bidang penelitian dan bidang pendidikan. Di bidang penelitian, kesempatan untuk mengembangkan teknologi terkait adalah sangat besar, dan dapat menempatkan para peneliti Indonesia pada posisi inovator atau early adopters. Namun, para peneliti harus segera didorong untuk menggali potensi penelitian lintas ilmu. Di bidang pendidikan, mahasiswa sekarang adalah termasuk generasi digital native yang semestinya sudah kompatibel dengan IoT. Tantangan utama adalah bagaimana membangun strategi pembelajaran yang efektif bagi generasi baru ini, dan juga bagaimana memberi penekanan khusus pada aspek kemampuan berpikir kritis dan etika.

Sedangkan Prof. Nelson menyampaikan pidato berjudul “Rekayasa dan Aplikasi Teknologi Elektrolisis Plasma Dalam Industri Proses.” Prof Nelson secara konsisten terus mengembangkan rekayasa dan aplikasi teknologi elektrolisis plasma. Rekayasa dan aplikasi teknologi ini telah berhasil dikembangkan khususnya dalam proses pengolahan limbah cair, produksi gas, dan sintesis material. Teknologi elektrolisis plasma merupakan teknologi tepat guna dan sederhana sehingga dapat langsung diaplikasikan  pada Industri Kecil Menengah (UKM) untuk pengolahan limbah mereka seperti industri batik, kulit, makanan dan industri kimia lainnya yang banyak menghasilkan limbah cair yang sulit terdegradasi. Sedangkan Industri berbasis reaksi elektrolisis konvensional Faraday membutuhkan energi listrik sangat tinggi yang mencapai 70% dari biaya produksi. Untuk itu, hasil yang sangat menjanjikan dari teknologi elektrolisis plasma ini akan mendorong industri proses khususnya Industri elektrolisis, Industri pengolahan limbah cair, dan industri polimer fungsional. (Humas UI)

X