Dua mahasiswa FTUI menggagas inovasi Epikardium Jantung Buatan Terpersonalisasi dengan Menggunakan 3D Bioprinting Sebagai Upaya Penekanan Angka Reaksi Penolakan Pasca Transplantasi. Ide ini dilatarbelakangi oleh tingginya kematian akibat penyakit jantung di dunia serta pencarian donor jantung yang sulit, dan penerapan jantung buatan yang masih banyak mengalami penolakan oleh tubuh.
Yasmina Ashfa Zahidah dan Ahmad Daelamy Yusuf yang tergabung dalam Biomedic Team merupakan mahasiswa Program Studi Teknik Biomediak, Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) Angkatan 2021. Berkat ide inovasi ini, mereka meraih Juara Pertama pada lomba Bimeneorty Essay Competition yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Sumatra (ITERA). Lomba yang berlangsung pada 10 September 2022 ini mengangkat tema “Medical Techonology Innovation for Involving and Contribution to Support SDGs of Good Heath and Well-Being”
“Kami berinovasi dengan mencetak epikardium untuk jantung buatan yang banyak digunakan dengan metode 3D Bioprinting. Ide kami berfokus pada penerapan tissue engineering menggunakan sel dari pasien, sehingga jaringan epikardium untuk jantung buatan yang tercetak sesuai dengan sel pasien itu sendiri. Hal ini untuk meminimalisir potensi penolakan jantung buatan oleh tubuh pasien, sehingga potensi penggunaan jantung buatan dapat lebih dimaksimalkan untuk menjadi metode pengganti transplantasi jantung biasa,” kata Yasmina, ketua tim Biomedic Team.
Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU mengungkapkan, “3D bioprinting sendiri tergolong dalam additive manufacturing. Metode ini didefinisikan sebagai sebuah proses untuk membuat alat medis implan terpersonalisasi berdasarkan data spesifik dari masing-masing pasien. Hasilnya, alat medis implan yang dihasilkan dibuat dari sel pasien sendiri, serta memiliki dimensi yang sesuai dengan jaringan yang digantikan. Metode ini tentunya akan sangat membantu menekan reaksi penolakan tubuh pasien akan jantung baru yang ditransplantasikan.”
Metode 3D bioprinting memiliki keuntungan tertentu apabila menggunakan sel langsung dari sel pasien, yaitu scaffolds atau perancah dari jantung buatan akan berintegrasi lebih cepat dengan jaringan tubuh pasien, resiko atas penolakan lebih kecil karena minimnya perbedaan komponen. Hal ini tentu akan membantu pasien untuk pulih lebih cepat serta menjadi solusi yang tepat atas permasalahan yang dijelaskan sebelumnya.
Demi menghasilkan sebuah jaringan baru, mekanisme bioprinting harus melalui beberapa tahap yaitu tahap pre-processing, processing, post processing, evaluasi, dan pengaplikasian pada tubuh pasien. Pada tahap pre-processing akan dilakukan pemindaian pada bagian tubuh pasien menggunakan CT maupun MRI dengan tujuan melihat morfologi dan struktur jaringan target, yang mana pada gagasan ini merupakan jaringan lapisan luar jantung atau epikardium, dan untuk menghasilkan pemetaan secara spesifik 3D jantung pasien.
Hasil pemindaian akan diubah agar dapat dibaca oleh 3D printer menggunakan software CAD, sehingga dapat diatur baik dari desain hingga hasil pencetakan agar kompatibel dan mirip dengan jantung pasien. Selanjutnya adalah tahap processing, tahap ini akan dilakukan pencetakan sebuah jaringan buatan dari mesin 3D bioprinter dengan menggunakan bahan dasar bioink yang telah dibuat sebelumnya. Jaringan yang telah dicetak kemudian akan dimasukkan ke dalam bioreactor dengan tujuan agar jaringan tersebut dapat beradaptasi terlebih dahulu, Setelah jaringan telah dinyatakan lulus adaptasi, jaringan tersebut dapat diapliaksikan ke tubuh pasien.
***
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia