Pada Senin, (9/1) lalu, Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia bekerja sama dengan proyek Berlage di Nusantara dan Ikatan Arsitek Indonesia Jakarta, mengadakan acara bincang-bincang berjudul “Special Talk Series WANUA: Berlage di Nusantara”. Acara ini merupakan bagian dari program roadshow Berlage di Nusantara, yang mengajak kita untuk memperingati 100 tahun sejak arsitek Hendrik Petrus Berlage datang ke Hindia Belanda pada tahun 1923.
Acara ini dilaksanakan secara hybrid. Metode luring dilakukan di Smart Meeting Room Dekanat FTUI, mengundang dan dihadiri khusus oleh narasumber dan mahasiswa pascasarjana Arsitektur Universitas Indonesia. Sedangkan metode daring dilakukan melalui Zoom meeting, mengundang masyarakat umum dan anggota IAI. Sesi presentasi disampaikan oleh Dr. Petra Trimmer, narasumber asal Belanda. Dalam bincang khusus ini, Petra membawa peserta untuk menelusuri pemikiran, karya, dan sketsa Berlage melalui pemaparan dan diskusi yang akan disampaikan oleh Dr. Petra Timmer. Sesi ini dimoderatori oleh Ibu Dr. Ing. Yulia Lukito, dosen bidang sejarah, teori, dan kritik arsitektur di Departemen Arsitektur FTUI.
Dalam sambutannya, Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, ST., M.Sc., Ph.D. selaku Kepala Kluster Riset Sejarah Arsitektur, Teori, Kritik, Vernacular dan Heritage, menyatakan,”Sosok Hendrik Petrus Berlage mungkin kurang dikenal dalam ranah arsitektur di Indonesia, karena masih sedikit jejak sejarah yang menghubungkannya dengan sejarah arsitektur modern di Indonesia, termasuk peninggalan penting sebuah bangunan di Surabaya, yaitu Gedung Singa”.
“Saya menyambut baik upaya TiMe, Berlage di Nusantara dan berbagai pihak terkait, untuk membuat buku dan menerbitkan isi jurnal pribadi, catatan harian, sketsa, dan kumpulan puisi Berlage selama kunjungannya di Nusantara dari dokumen asli berjudul “Mijn Indiesche Reis” (Perjalananku ke Hindia Belanda). Ini merupakan temuan penting guna menggali lebih jauh sejarah yang tersembunyi dan sekaligus menguak sejarah abu-abu perubahan dan transformasi arsitektural di Nusantara, khususnya pada masa kebijakan Etis dan Desentralisasi di Hindia Belanda,” kata Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU. saat ditemui di kesempatan terpisah.
Hendrik Petrus Berlage (1856-1934), merupakan salah satu arsitek paling terkenal di Belanda, pelopor modernisme dan pandangannya tentang peran arsitektur dalam masyarakat. Dua bangunan Berlage masih ada di Indonesia: Surabaya dan Jakarta. Kunjungannya ke Hindia Belanda pada tahun 1923 adalah salah satu impian terbesarnya yang menjadi kenyataan, dan kemudian jurnalnya diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Mijn Indische Reis.
“Seratus tahun kemudian, Dr. Petra Trimmer dan tim mengundang peserta untuk menelusuri kembali manifesto H.P. Berlage di Hindia Belanda melalui proyek buku berjudul “Berlage di Nusantara” yang diangkat dari jurnal perjalanan Berlage. Dalam acara bincang-bincang ini mengungkap kota-kota dan tempat-tempat yang dikunjungi Berlage, orang-orang yang dia temui, ceramahnya, sketsanya, dan pengalamannya. Mengenai apa tujuannya, dan apa relevansinya bagi para arsitek saat ini,” pungkas Prof. Kemas.
Dr. Petra Trimmer mempelajari sejarah seni di Universitas Utrecht, dan mendapatkan gelar Ph.D. pada tahun 2000 di Vrije Universiteit di Amsterdam. Petra telah bekerja selama lebih dari 20 tahun sebagai kurator independen, peneliti, penulis, dosen, dan manajer proyek. Saat ini Petra aktif di TiMe Amsterdam, sebuah lembaga konsultan independen yang didirikan pada 2007 untuk meneliti tentang museum dan warisan cagar budaya.
***
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia