Salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, menjadikan Indonesia sebagai negara paling rawan gempa kedua setelah China, menurut Statista. Hal ini disebabkan oleh lokasi geografis Indonesia yang berada di kawasan Cincin Api Pasifik, di mana tiga lempeng tektonik dunia bertemu, yakni Lempeng Indo-Austalia, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Pasifik. Mengangkat fenomena ini, Erly Bahsan, promovendus Program Doktor Departemen Teknik Sipil (DTS) Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), mengangkat isu likuifaksi dalam disertasinya yang berjudul “Pemodelan Deformasi Lateral Setelah Likuifaksi dengan Metode Smoothed Particle Hydrodynamics pada Studi Kasus Gempa di Sulawesi Tengah Tahun 2018”.
“Gempa besar yang melanda Sulawesi Tengah pada tahun 2018 menimbulkan peristiwa yang berbahaya bagi konstruksi, yaitu pergerakan tanah lateral besar yang terjadi setelah likuifaksi. Kejadian ini terlihat di beberapa lokasi sekitar kota Palu, termasuk Balaroa, Petobo, Jono Oge, Lolu, dan Sibalaya. Dampak kerusakan yang diakibatkan oleh pergerakan tanah tersebut menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut mengenai perilaku tanah setelah likuifaksi. Selama ini, studi geoteknik lebih banyak berfokus pada potensi terjadinya likuifaksi, sedangkan apa yang terjadi setelah likuifaksi masih jarang dipelajari karena kondisi tersebut dianggap sudah runtuh (failure),” tutur Erly.
Likuifaksi adalah fenomena yang terjadi saat tanah kehilangan kekuatannya. Hal ini dapat terjadi akibat tekanan air pori meningkat dan lapisan pasir terpadatkan akibat pembebanan siklik saat gempa. Dalam penelitiannya, Erly Bahsan menggunakan metode Smoothed Particle Hydrodynamics (SPH) untuk memodelkan perilaku pergerakan tanah saat likuifaksi. Metode ini berbasis pada konsep mesh-free atau grid-less, dengan menggunakan partikel yang diprogram untuk berperilaku sesuai material yang dimodelkan.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan prosedur pemodelan serta asumsi parameter dalam SPH yang tepat untuk memodelkan perilaku tanah, termasuk pergerakan lateral dan efek-efek lainnya setelah terjadi likuifaksi. Simulasi tahap awal yang dilakukan oleh Erly tidak menggunakan model konstitutif tanah sehingga hanya mampu memodelkan perilaku tanah yang terjenuhkan oleh air, namun belum mampu memodelkan pergerakan tanah sesuai dengan pola keruntuhannya. Pada tahap ini, Erly mengolah data lapangan dan data laboratorium hasil pengujian contoh tanah yang diambil dari lokasi Desa Lolu.
Pada model kedua, Erly menggunakan kriteria Drucker-Prager untuk merepresentasikan perilaku keruntuhan material tanah dengan platform bahasa Fortran, namun hasilnya juga belum bisa memperlihatkan pergerakan keruntuhan tanah yang semestinya. Kemudian, Erly mencoba menggunakan platform PersianSPH yang sudah tersedia dalam bahasa C++. Platform ini dipilih karena sudah mengakomodasi model konstitutif Drucker-Prager untuk merepresentasikan kondisi elasto-plastis material. Hasil simulasi dengan PersianSPH menunjukkan bahwa pergeseran lateral terjadi pada model dengan lapisan kohesif di atas lapisan non kohesif, dan terdapat lapisan air tipis di antara kedua lapisan tersebut.
“Hasil besar pergeseran lateral di lapangan pada simulasi ini masih belum mendekati kondisi yang sebenarnya, karena model yang digunakan telah disederhanakan. Namun, dari hasil simulasi dapat diketahui terjadinya pergeseran pada lapisan tanah di atas lapisan air tipis sebesar 7-10 cm pada model dua dimensi dengan panjang 26,75 m dan kemiringan permukaan 10%. Pergeseran ini ini tidak terjadi pada model dengan kemiringan yang sama tanpa adanya lapisan air tipis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa lapisan air tipis dan kemiringan permukaan adalah dua faktor yang berpengaruh pada pergeseran lateral,” ujar Erly.
Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa penelitian ini juga menghadapi beberapa hambatan, salah satunya adalah lamanya waktu komputasi yang berbanding lurus dengan kompleksitas model yang dibangun. Semakin kompleks model yang digunakan, semakin lama waktu komputasi yang dibutuhkan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kecocokan dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU memberikan tanggapan terkait penelitian ini, “Penelitian yang Erly lakukan memberikan kontribusi penting dalam memahami perilaku tanah setelah terjadinya likuifaksi, terutama dalam konteks mitigasi risiko bencana di Indonesia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi baik bagi para praktisi maupun akademisi dalam memodelkan dan mengantisipasi pergerakan tanah setelah kejadian likuifaksi, sehingga dapat meminimalkan dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana gempa bumi di masa mendatang.”
Penelitian terkait pemodelan deformasi lateral setelah likuifaksi yang diusung Erly berhasil menjadikannya sebagai lulusan doktor dengan IPK 4.0 dan predikat Sangat Memuaskan pada Kamis, 4 Juli 2024. Erly merupakan Doktor ke-72 yang lulus dari Departemen Teknik Sipil dan Doktor ke-559 di FTUI. Sidang Promosi Doktor ini dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Ir. Mahmud Sudibandriyo, M.Sc., Ph.D.; dengan Promotor, Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji, DEA; dan Ko-Promotor, Dr. Ir. Wiwik Rahayu, DEA. Tim penguji terdiri dari Ayomi Dita Rarasati, S.T., M.T., Ph.D.; Prof. Ir. Widjojo Adi Prakoso, M.Sc., Ph.D.; Dr. Raden Rara Dwinanti Rika Marthanty, S.T., M.T.; Prof. Dr. Ir.Tommy Ilyas, M.Eng; dan Dr. Ir. Budianto Ontowirjo, M.Sc.
***
Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia