id
id

FTUI Kenalkan Rute Wisata Alam Dan Wisata Bangunan Kolonial Depok Lewat Paspor Wisata Depok Lama 

Paspor Wisata Depok Lama yang digagas oleh Tim Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Departemen Arsitektur Fakultas Teknik (FT) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) sebagai mitra penerima dan Yayasan Tenggara telah diluncurkan di Kantor Pemerintah Kota Depok. Paspor ini berfungsi sebagai panduan dalam pengembangan rute wisata di Depok Lama.

Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc, Ph.D., selaku koordinator program ini sekaligus Guru Besar FTUI mengaku bahwa program ini bisa terlaksana atas kerja sama pentahelix antara unsur pemerintah, masyarakat, dan Universitas Indonesia, khususnya Direktorat Pemberdayaan dan Pengabdian Masyarakat UI selaku pemberi dana. “Program ini adalah suatu langkah pelestarian berkelanjutan yang dapat menjaga warisan budaya, menggerakkan ekonomi komunitas, sekaligus menyebarluaskan pentingnya sejarah Depok melalui program kreatif, agar masyarakat bisa lebih peduli terhadap kotanya sendiri,” ujar Prof. Kemas.

Lebih lanjut ia mengatakan, dalam paspor ini terdapat dua rute wisata yang dapat ditempuh oleh para pengunjung, yakni wisata alam dan wisata bangunan kolonial di sekitar Jalan Pemuda. Peta wisata ini juga memiliki barcode yang terhubung dengan buklet dan video animasi yang memaparkan sejarah bangunan dengan lebih detail. Selain itu, paspor ini juga memberikan rekomendasi kafe lokal yang dapat dikunjungi saat melakukan walking tour, sekaligus meminta cap stempel dalam paspornya sebagai tanda sudah mengunjungi Depok Lama.

Ia menjelaskan, Depok adalah sebuah kota dengan sejarah panjang yang dapat ditelusuri hingga ratusan tahun. Berawal dari mantan petinggi VOC bernama Cornelis Chastelein membeli ribuan hektar lahan di selatan Batavia pada 1696, ia mempekerjakan 150 pekerja pribumi untuk mengelola pertanian dan menetap di sana. Berbeda dari praktik perbudakan yang umum dilakukan oleh orang Eropa pada masa itu, Chastelein justru memberikan pendidikan serta kehidupan yang layak bagi para pekerjanya.

Sebelum wafat, Chastelein berwasiat agar para pekerjanya dimerdekakan serta diberi warisan berupa lahan. Nilai-nilai yang telah diajarkan Cornelis Chastelein pun diwariskan dari generasi ke generasi oleh komunitas Kaum Depok (atau oleh warga lokal disebut Belanda Depok) hingga saat ini.

Meski memiliki sejarah yang panjang dan masih banyak peninggalan bangunan yang tersisa, cerita mengenai asal muasal Depok ini sayangnya belum banyak diketahui oleh masyarakat. Padahal, kawasan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai kota lama yang sarat akan wisata sejarah yang edukatif sekaligus mendorong pembangunan berkelanjutan yang mengutamakan aspek historis, budaya, dan prinsip pelestarian.

“Hal ini lah yang menggerakkan Klaster Sejarah, Teori, dan Pelestarian Arsitektur FTUI untuk membuat program pengabdian masyarakat melalui pembuatan media promosi wisata yang dikemas dalam bentuk Paspor Wisata Depok Lama,” kata Prof. Kemas.

Peluncuran yang dilakukan pada Jumat (15/11) lalu ini dihadiri 50 orang. Mereka terdiri atas berbagai perwakilan dari Disporyata Kota Depok, Tim Ahli Cagar Budaya, Badan Warisan Budaya Belanda, Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein, serta mahasiswa dari tiga universitas peserta lokakarya Historic Urban Landscape (HUL) yang berasal dari Universitas Indonesia, IPB University, dan Universitas Trisakti.

“Paspor Wisata Depok Lama menjadi sarana untuk memperkuat identitas budaya kota Depok, tidak hanya sebagai warisan sejarah tetapi juga sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Dengan melibatkan berbagai pihak, kami ingin memastikan bahwa cerita dan nilai-nilai yang terkandung dalam sejarah Depok dapat terus hidup dan menjadi kebanggaan bersama, baik bagi masyarakat lokal maupun komunitas global,” kata Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., Rektor UI.

***

Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

X