Pada Senin (23/10) lalu, dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) dengan TiMe Amsterdam. Perjanjian Kerja Sama dilakukan oleh Guru Besar Arsitektur FTUI, Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc., Ph.D., bersama Founder TiMe Amsterdam, Petra Timmer dan Max Meijer, serta Joost Dankers dari Universitas Utrecht, bertempat di Auditorium Gedung K Ruang 301 FTUI. Tujuan kerja sama antara FTUI dan TiMe Amsterdam adalah untuk penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat antara Arsitektur FTUI dengan TiMe Amsterdam.
Prof. Kemas dalam sambutannya menyampaikan, “Menjadi hari bersejarah untuk hubungan kerja sama antara FTUI dengan TiMe Amsterdam. Semoga kerja sama ini bisa memberikan mutual benefit untuk pemenuhan cita-cita bersama untuk kebermanfaatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” ungkapnya.
Pada kesempatan terpisah, Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU menyampaikan, ”Arsitektur memiliki peran penting dalam memahami sejarah dan budaya suatu wilayah, dan arsitektur kolonial modern adalah aspek yang menarik dalam perjalanan arsitektur Indonesia. Kerja sama dengan TiMe Amsterdam adalah langkah penting dalam menghubungkan dunia akademik dan profesional di bidang arsitektur. Saya percaya bahwa kerja sama ini akan memberikan manfaat yang besar dalam pengembangan pengetahuan dan pemahaman tentang arsitektur kolonial modern, sekaligus memperkuat posisi FTUI sebagai pusat keunggulan dalam pendidikan dan penelitian arsitektur di Indonesia.”
Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan dengan kuliah umum menghadirkan pembicara Petra Timmer dan Joost Dankers dari Utrecht University. Kuliah umum ini menjadi serangkaian seARCH (Public Lecture Series on Architecture) volume 6, yang diselenggarakan oleh Departemen Arsitektur FTUI. Pada kuliah umum seri keenam ini mengupas tentang Arsitektur Kolonial Modern Abad ke-20 di Indonesia yang diikuti oleh para mahasiswa Kelas Sejarah dan Teori Arsitektur Departemen Arsitektur FTUI.
Petra Timmer membuka sesi kuliah umum dengan penjelasan sejarah dari Arsitektur Kolonial Modern Abad ke-20 yang ada di Indonesia, “Pada awal abad ke-20, bangunan yang ada di Indonesia yang saat itu masih dikenal sebagai Hindia Belanda sebagian besar dibangun dengan gaya Neo Renaisans Eropa yang dipopulerkan oleh Pierre Cuypers. Kemudian, langkah ini dilanjutkan oleh Eduard Cuypers dengan merancang beberapa kantor megah untuk De Javasche Bank. Selanjutnya, arsitek terkemuka lainnya, yaitu Berlage merancang dua bangunan dengan gaya Belanda pada perusahaan asuransi Algemen di Surabaya dan bangunan di Batavia. Ada juga Cosman Citroen yang mendesain Lawang Sewu dengan tampilan Eropa yang mencolok,” jelasnya.
Kemudian, ia menambahkan bahwa “Gaya arsitektur Belanda juga diterapkan di Hindia Belanda dengan menerapkan gaya Nieuwe Zakelijkheid, De Stiijl, dan Amsterdamse School, yang sebagian besar bertahan dan dapat diamati dalam desain untuk kantor, gereja, bangunan umum dan vila di masa kolonial,”
Kuliah umum dilanjutkan dengan pembicara kedua, yaitu Max Meijer “Pada awal abad ke-20 pemukiman banyak dipengaruhi gaya modenis seperti art-deco yang diekspresikan pada bangunan Eropa, rumah atap tinggi dengan detail punggungan Jawa dan banyak ventilasi udara menjadi ciri khas gaya rumah pada awal abad ke-20 ini,” katanya.
Prof. Kemas memberikan tanggapan atas kuliah umum seri ke-6 Departemen Arsitektur ini, “Harapannya kuliah umum ini dapat memberikan pemahaman yang lebih luas kepada mahasiswa mengenai gambaran sejarah arsitektur kolonial di Indonesia dan menjadikan mahasiswa mengapresiasi bangunan cagar budaya sebagai salah satu warisan arsitektur Indonesia.”
***
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia