Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) telah membawa manfaat signifikan dalam sistem peringatan dini gempa, terutama di Jepang, yang dikenal dengan inovasi teknologi bangunan tahan gempa. Prof. Buntara S. Gan, salah satu profesor Departemen Arsitektur dari Universitas Nihon, Jepang membahas manfaat kecerdasan buatan (AI) untuk peringatan dini gempa dalam kuliah umum yang diadakan pada Jumat (20/9) di Makara 04 Smart Meeting Room, Gedung Dekanat Lantai 1, FTUI. Kuliah umum ini dihadiri oleh mahasiswa FTUI sebagai salah satu rangkaian Seminar RCBE-IBB.
Kecerdasan Buatan (AI) telah mengubah cara dalam memahami dan mengelola siklus kehidupan bangunan, terutama dalam konteks ketahanan terhadap gempa bumi. Dengan adanya aplikasi AI yang mengandalkan evaluasi kuantitatif, para insinyur dan arsitek kini dapat menganalisis kinerja bangunan secara lebih mendalam dan akurat.
”Salah satu pendekatan yang diadopsi adalah penggunaan sensor canggih yang mengumpulkan data real-time mengenai kondisi struktural bangunan. Sensor ini memungkinkan pengukuran kuantitatif terhadap berbagai parameter, seperti deformasi, frekuensi alami, dan respons terhadap guncangan. Informasi ini sangat berharga, terutama saat terjadi gempa, di mana kinerja bangunan dapat dievaluasi secara objektif. Dengan data kuantitatif, evaluasi terhadap kekuatan dan stabilitas bangunan menjadi lebih tepat, memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik dalam desain dan pemeliharaan,” jelas Prof. Buntara.
Penggunaan Deep Neural Network (DNN) dalam menganalisis data ini juga memberikan keuntungan signifikan. DNN mampu memproses dan mempelajari pola dari data besar yang dihasilkan selama siklus hidup bangunan. Dengan demikian, analisis yang sebelumnya memakan waktu dalam fase dinamis kini dapat dilakukan dengan lebih efisien dan cepat. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan akurasi, tetapi juga mempercepat respon terhadap potensi masalah yang mungkin terjadi pada struktur bangunan.
Prof. Buntara juga menyampaikan bahwa penggunaan Shaking Intensity Levels (SIL) sebagai metode evaluasi respons bangunan telah memberikan wawasan baru dalam diagnosis struktural. SIL mengukur tingkat guncangan yang dialami setiap lantai, yang membantu dalam memahami bagaimana setiap bagian bangunan beradaptasi terhadap beban yang dihasilkan oleh gempa. ”Dengan informasi ini, dapat dilakukan penyesuaian dalam desain bangunan baru dan pemeliharaan bangunan yang sudah ada, memastikan bahwa setiap elemen bangunan mampu bertahan terhadap kondisi ekstrem,” katanya.
Ke depannya, penelitian lebih lanjut akan fokus pada integrasi teknologi brain wave (gelombang otak) untuk memahami respons manusia terhadap gempa. Pendekatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat saat terjadi bencana, serta mendukung pengembangan sistem peringatan dini yang lebih efektif.
Plh. Dekan FTUI, Prof. Ir. Mahmud Sudibandriyo, M.Sc., Ph.D. mengatakan, ”Dengan semua inovasi ini, AI dan evaluasi kuantitatif tidak hanya berperan dalam meningkatkan ketahanan bangunan, tetapi juga dalam keselamatan masyarakat. Sejarah panjang Jepang dalam teknologi bangunan tahan gempa memberikan landasan yang kuat untuk pengembangan lebih lanjut dalam bidang ini.”
“Harapan kami di masa depan adalah terjalin kolaborasi penelitian yang menghubungkan antara gempa bumi dan kesehatan masyarakat, demi meningkatkan pemahaman serta mitigasi dampak yang ditimbulkan. Selain itu, kami juga berharap agar semakin banyak kerja sama dengan peneliti-peneliti kelas dunia,” ungkap Siti Fauziyah Rahman, S.T., M. Eng., Ph.D., selaku ketua RCBE UI.
***
Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia