id
id

Promosi Doktor Safira Candra Asih: Beri Solusi Untuk Diagnosis DBD Melalui Pengembangan Alat Diagnostik Berbasis Nanobodi dan M13-Bakteriofag

Safira Candra Asih, mahasiswa program doktor Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), melakukan penelitian mengenai pengembangan alat diagnostik Demam Berdasar Dengue (DBD). Hasil penelitian ini tertulis pada disertasinya yang disampaikan pada sidang terbuka promosi doktor yang dilaksanakan tanggal 16 Januari 2024.

Menurut data dari World Health Organization (WHO), infeksi virus Dengue (DENV) melanda daerah tropis dan subtropis dimana terdapat 390 juta kasus tiap tahunnya di dunia. Indonesia sendiri menempati urutan ke-2 jumlah kasus terbanyak dengan tingkat kematian berkisar 10%.

”Dengan tingginya jumlah kasus DBD setiap tahunnya, diagnosis dini menjadi kunci dalam penanganan penyakit demam berdarah yang disebakan oleh virus dengue (DENV). Hal ini mendorong Safira untuk menghadirkan solusi berupa alat diagnostik berbasis Lateral Flow Assay (LFA), yang proses produksinya ekonomis dan mudah digunakan serta diinterpretasikan,” jelas Safira terkait latar belakang penelitiannya.

Pada penelitian ini, Safira menjadikan protein NS-1 sebagai marker diagnosis infeksi DENV karena keberadaannya yang sudah ada di dalam tubuh sejak hari ke-1 terinfeksi dapat mendukung diagnosis dini. NS-1 adalah protein non struktural virus yang diproduksi oleh virus dengue (DENV) saat menginfeksi tubuh. Disebut protein antigen, NS-1 mampu bereaksi dengan protein antibodi anti-NS-1 yang diproduksi oleh sel B tubuh.

“Sementara untuk bahan utama pengembangan LFA, saya menggunakan Nanobodi dan M13 bakteriofag karena kamudahannya untuk direkayasa dan diproduksi dengan sistem E. coli. Penelitian ini saya lakukan dengan tujuan mengembangkan prototipe LFA berbasis nanobodi dan M13 bakteriofag yang dapat mendeteksi NS-1 virus dengue,” ungkap Safira.

Proses produksi dimulai dengan pembuatan dua klon sekuens protein nanobodi yang dapat mengenali NS-1, kemudian direkayasa ke dalam plasmid pET-15b untuk ditransformasikan ke sistem E. coli. Sedangkan untuk M13 bakteriofag, Safira merekayasa enam sekuens peptida yang bisa mengenali NS1 ke dalam protein P3 M13 bakteriofag, untuk selanjutnya diamplifikasi dengan cara menginfeksi E. coli.

Proses purifikasi nanobodi dilakukan dengan mengkombinasikan kolom purifikasi DEAE dan Ni-NTA, sementara purifikasi M13-bakteriofag menggunakan presipitasi PEG-NaCI. Pada tahap akhir produksi, diperoleh rata-rata 15 mg M13-bakteriofag dan 1,2 mg nanobodi untuk setiap liter media. Tahapan selanjutnya adalah karakterisasi kinetika dimana didapatkan nilai konstanta kesetimbangan disosiasi (KD). Nilai KD ini merepresentasikan afinitas ikatan antara NS1 dengan nanobodi atau M13-bakteriofag.

Dua klon nanobodi, yaitu DD5 dan DD7, memiliki nilai KD berturut-turut sebesar 5,59 x 10^(-10) M dan 1,5 x 10^(-9) M. Sementara empat klon M13-bakteriofag, yakni WHWR, YKD, KLT, dan EHD, memiliki nilai KD masing-masing sebesar 0,7 x 10^(-10) M, 0,9 x 10^(-10) M, dan 2,4 x 10^(-10) M. Nilai KD ini menunjukan bahwa nanobodi dan M13-bakteriofag memiliki afinitas tinggi terhadap NS-1.

Di akhir pemaparannya, Safira mengungkapkan bahwa prototipe alat diagnostiknya berhasil mendeteksi NS-1. “Prototipe alat ini berupa LFA dalam format half-stick dengan mengunakan nanobodi maupun M13-bakteriofag. Pada pengujiannya, alat ini mampu memperlihatkan perbedaan saat terekspos oleh sampel positif dan negative NS-1. Dimana pada sampel positif NS-1, alat ini menunjukan 2 titik merah di bagian control line (C) dan test line (T), sementara pada sampel negatif NS-1, hanya muncul 1 titik merah di bagian control line saja,” ujarnya.

“Melalui pendekatan LFA, Safira berhasil mengembangkan alat yang dapat mendiagnosis dini DBD. Inovasi ini tentunya akan memberikan dampak positif dalam bidang medis mengingat tingginya jumlah kasus DBD di Indonesia maupun di dunia. Selain itu, penelitian yang telah dilakuka Safira juga dapat menjadi landasan untuk penelitian lebih lanjut dan implementasi di lapangan guna meningkatkan kesehatan masyarakat,” kata Dekan FTUI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU.

Inovasi yang diusung Safira berhasil menjadikannya sebagai lulusan doktor dengan IPK 3,91 dan gelar Cumlaude. Safira ditetapkan sebagai Doktor ke-70 yang lulus dari Departemen Teknik Kimia dan Doktor ke-539 di FTUI. Sidang Promosi Doktor ini dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Ir. Mahmud Sudibandriyo, M.Sc., Ph.D.; dengan Promotor, Prof. Dr. Ir. Mohammad Nasikin, M.Eng.; dan Ko-Promotor, Dr. Muhammad Sahlan, S.Si. M.Eng. Tim penguji terdiri dari Prof. Dr. Ir. Setijo Bismo, DEA.; Dr. Ir. Sukirno, M.Eng.; Dr. Dianursanti, S.T., M.T.; Dr. Kenny Lischer, S.T., M.T.; dan Dr. Widoretno.

***

Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

X