id
id

Rancang Perencanaan Dekarbonisasi Sistem Kelistrikan di Indonesia, Nadhilah Reyseliani Raih Gelar Doktor dengan IPK Cumlaude

Nadhilah Reyseliani berhasil meraih gelar Doktor ke-67 dari Departemen Teknik Kimia dan ke-516 dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, dalam Sidang Promosi Doktor yang digelar di Ruang Smart Meeting Room Gedung Dekanat FTUI, Kampus UI Depok, Kamis (21/7/23). Nadhilah lulus dengan yudisium “Cumlaude” dengan IPK 4.0.

Nadhilah mempresentasikan disertasinya yang berjudul “Perencanaan Dekarbonisasi Sistem Kelistrikan pada Negara Kepulauan dan Produsen Batubara” di hadapan pimpinan sidang, tim promotor, tim penguji, serta tamu undangan yang hadir. Dalam paparannya, mahasiswa yang berhasil mengikuti program visiting scholar kolaborasi antara UI dan UC Berkeley ini menjelaskan, penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh komitmen Indonesia untuk melakukan upaya dekarbonisasi sistem energi sesuai dengan ratifikasi Perjanjian Paris.

Nadhilah menjelaskan bahwa teknologi energi terbarukan, secara khusus surya dan bayu, diharapkan dapat menjadi solusi untuk dekarbonisasi di sektor kelistrikan. Namun, pasokannya yang bersifat fluktuatif menyebabkan perlu adanya fleksibilitas sistem kelistrikan. Tantangan lainnya yang dihadapi Indonesia sebagai negara produsen batubara dan negara kepulauan adalah dampak sosio-ekonomi dari perencanaan phase-out pembangkit batubara dan ketidaksesuaian lokasi pusat permintaan dan potensi energi. Untuk itu, studi ini akan meninjau dekarbonisasi sistem kelistrikan Indonesia.

“Jika mengacu kepada studi yang ada saat ini, belum terdapat studi yang didasari oleh model sistem energi yang mampu membangun perencanaan dekarbonisasi sistem kelistrikan jangka panjang dalam menganalisis sistem operasional secara detail dan simultan terhadap perencanaan pengembangan kapasitas dan menangkap aspek opsi penyedia fleksibilitas sistem untuk studi kasus negara kepulauan, dan negara produsen fossil atau batubara. Untuk itu, tujuan penelitian ini mendapatkan perencanaan sistem kelistrikan Indonesia yang mempertimbangkan opsi penyediaan fleksibilitas sistem saat penetrasi energi terbarukan tinggi untuk mencapai target Perjanjian Paris yang didasari oleh model optimisasi,” tutur Nadhilah.

Nadhilah kembali menjelaskan, bahwa studi perencanaan dekarbonisasi ini akan menggunakan VEDA-TIMES yang mempertimbangkan aspek operasional, secara simultan, dengan resolusi waktu tinggi. Beberapa skenario ditinjau dalam penelitian ini, di antaranya sistem kelistrikan berbasis biaya terendah (BAU), kebijakan saat ini (CP), penetrasi ET tinggi (100% RE), dan pencapaian jatah karbon Perjanjian Paris (PA).

Hasil studi menunjukkan bahwa BAU akan tetap didominasi pembangkit batubara ke depannya. Untuk mencapai skenario ekstrim, 100% RE, diperlukan nuklir dan PLTS skala utilitas pada kapasitas yang besar dengan konsekuensi kenaikan investasi dan HPP yang signifikan. Ketika pendekatan jatah karbon Perjanjian Paris digunakan, maka peran dekarbonisasi tidak hanya terbatas pada teknologi energi terbarukan dan baterai tapi juga CCS dalam bentuk IGCC-CCS dan BECCS. Hal ini menyebabkan kenaikan investasi sebesar 50% dibandingkan BAU dan CP, serta mempertahankan BPP pada tingkat yang sama dengan BPP saat ini.

Jika kebijakan phase-out pembangkit batubara ditetapkan kebutuhan penyimpanan CO, maka akan menurun hingga 71% tanpa adanya kenaikan biaya investasi dan BPP yang signifikan. Namun, kerugian sebesar 398-475 milyar USD akibat cadangan yang tidak tereksploitasi dan 758-799 milyar USD, akibat kerugian kumulatif bisnis hulu batubara secara keseluruhan harus ditanggung jika integrasi antarpulau dipertimbangkan, maka penetrasi energi terbarukan akan meningkat hingga 3 kali lipat akibat potensi energi terbarukan dari Sumatera, Kalimantan, dan NT dapat dialirkan ke pusat permintaan listrik, yaitu Jawa. Akibatnya terjadi pemerataan investasi di wilayah lain selain Jawa.

Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., Ph.D. , menyampaikan “Perencanaan dekarbonisasi sistem kelistrikan melalui energi terbarukan ini diharapkan dapat berjangka panjang bagi Indonesia. Hal ini turut mendukung pemerataan potensi berkembangnya energi terbarukan ke seluruh Indonesia. Diharapkan ke depannya pengembangan studi dan model perencanaan akan terus dilakukan supaya dampaknya bisa terasa unggul bagi seluruh masyarakat Indonesia.”

Sidang Promosi Doktor ini dipimpin oleh Ketua Sidang, Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., Promotor, Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu Purwanto, DEA., Ko Promotor, Prof. dr. Akhmad Hadiyatno, S.T., M.B.T., Tim Penguji, Prof. dr. Eng. Tn. Deendarlianto, S.T., M.Eng., Kamia Handayani, S.T., M.Si., Ph.D., Prof. Dr. Ir. Asep Handaya Saputra, M.Eng., Prof. dr. Ir. Kepala Sekolah Dijan Agung, M.Si., dan Ir. Abdul Wahid, M.T., Ph.D.

***

Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

X