Pada Rabu, (23/2) Institut Emeritus FTUI kembali menyelenggarakan Sharing Session dengan tema “Pencerahan Hebatnya Paru-Paru Kita Melawan Omicron”. Pakar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Prof. dr. Menaldi Rasmin, SpP(K) dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) hadir sebagai pembicara.
Acara ini juga dihadiri oleh Ketua Institut Emeritus FTUI, Prof. Djoko Hartanto. Turut hadir para guru besar dan dosen di lingkungan FTUI dan UI, antara lain: Prof. Bagio Budiarjo, Dr. Azrar Hadi, Dr. Ellen Tangkudung, Ir. A. Endang Sriningsih, Dr. Dewi Matindas, Dr. Djamhari Sirat, serta mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Ekuador, Dra. Diennaryati Tjokrosuprihatono M.Psi.
Prof. Menaldi memaparkan materi berjudul “Pandemi: Sebuah Pengalaman dan Pembelajaran”. Dalam pembukaannya, Prof. Menaldi menyinggung mengenai segitiga sehat-sakit. “Segitiga ini merupakan hubungan yang saling berkesinambungan antara manusia sebagai host, penyebab penyakit yang disebut agent, dan lingkungan. Apabila ketiga poin penting ini tidak seimbang, dalam arti hanya dua dari tiga hal yang berjalan dengan baik, maka akan mengakibatkan sakit. Hal itulah yang terjadi selama Pandemi Covid-19. Manusia harus berhadapan dengan agent berupa Covid-19 dan menghadapi komunitas yang terinfeksi virus.”
Sejak akhir Januari lalu hingga saat ini, Indonesia sedang berjuang menghadapi gelombang tiga pandemi dengan varian Omicron yang mendominasi. Pada paparannya, Prof. Menaldi menjelaskan bagaimana virus itu masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas atas. Tubuh manusia secara otomatis berusaha untuk melawan virus yang masuk. Akan tetapi, pada proses ini sel yang masih sehat juga turut terkena imbasnya.
“Apabila pertahanan tubuh manusia gagal melawan virus tersebut, maka tubuh akan menimbulkan reaksi seperti gangguan pernapasan. Jalur dalam tubuh yang berfungsi membawa oksigen dikuasai oleh virus. Akhirnya, tubuh berusaha menekan diri untuk mendapatkan oksigen dari tempat lain seperti otak. Hal inilah yang memunculkan sesak napas dan menjadikan penderita Covid-19 mengalami tekanan darah tinggi,” kata Prof. Menaldi.
Tak hanya itu, setelah sembuh dari Covid-19, penyintas juga perlu waspada dengan tiga kejadian ikutan, yaitu berkurangnya elastisitas paru-paru atau yang disebut hiperinflasi paru, koinfeksi, dan pengentalan darah. Dampak yang besar dari Covid-19 dapat dicegah rantai penularan, yakni taat protokol kesehatan, menjalani gaya hidup yang sehat, dan melakukan vaksinasi.
Prof. Menaldi juga menyampaikan tanggapannya atas kebijakan yang diambil oleh berbagai negara terkait kelonggaran protokol saat gelombang tiga pandemi masih mengancam. “Sebuah pandemi adalah masalah kesehatan masyarakat. Konsekuensinya, negara yang bertanggung jawab dan bukan menjadi tanggung jawab perorangan. Setiap negara memiliki kewenangannya sendiri, seperti adanya Undang-Undang Karantina. Masalah pandemi kalau tidak terselesaikan dengan sempurna menimbulkan masalah ekonomi. Pandemi yang berkepanjangan memunculkan masalah sosial, contohnya hoax. Ujung masalah pandemi adalah masalah politik timbulnya ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah.
“Apa yang dilakukan oleh beberapa negara di Eropa dengan mencabut restriksi penggunaan masker dan protokol lainnya adalah imbas dari anggaran yang menipis karena pandemi Covid-19. Selama pandemi, pemerintah harus menyiapkan obat, tenaga kesehatan, dan Rumah Sakit. Pada bidang ekonomi, pemerintah memberi bantuan sosial dan sebagainya. Akan tetapi, masyarakat yang telah lama dibatasi berubah dan ingin mendapat kebebasan dalam berkegiatan. Hal inilah yang membuat negara-negara di Eropa menghilangkan restriksi,” kata Prof. Menaldi.
Ditemui dikesempatan terpisah, Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, ST., M.Eng., IPU menyampaikan, bahwa penurunan angka infeksi Covid-19 dapat dilakukan dengan langkah preventif berupa edukasi ke masyarakat yang dilakukan oleh tokoh adat dan tokoh agama. Jika masyarakat dapat patuh dalam menjalankan protokol kesehatan, menerapkan hidup sehat, dan melakukan vaksinasi dosis lengkap. Kedepannya, kita bersama akan dapat melewati pandemi ini.
***
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia