id
id

Mahasiswa FTUI Rancang Software untuk Tingkatkan Hasil Produktivitas Pertanian dengan lahan Terbatas

Di tengah situasi pandemi COVID-19 saat ini, komoditas hortikultura seperti buah, sayur, dan tanaman obat mengalami peningkatan permintaan sangat pesat. Di sisi lain, petani mengalami keterbatasan kepemilikan lahan pertanian. Sebagai solusi atas tantangan tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) yaitu, Anak Agung Krisna Ananda Kusuma (T. Elektro 18), Hansel Matthew (T. Elektro 18), dan Muhammad Rivaldi Roby Maidatama (T. Elektro 18), merancang sebuah software (peranti lunak) Plantation Field Analyzer (PFA) yang berfungsi untuk membantu petani mengetahui kondisi lahan pertanian secara numerik. Berkat inovasi para mahasiswa FTUI, para petani akan mampu memperoleh hasil produktivitas pertanian yang tinggi dengan lahan yang terbatas.

Saat ini, tim FTUI tengah mengembangkan prototipe peranti ini bersama dosen FTUI Taufiq Alif Kurniawan S.T., M.Sc. Penelitian ini dilatarbelakangi kondisi pertanian di Indonesia saat ini yang masih memiliki persoalan krusial. Berdasarkan hasil penelitian yang dimuat dalam Jurnal Forum Penelitian Agro Ekonomi (FAE) bahwa petani di pedesaan di Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan memiliki kepemilikan lahan yang terbatas dengan rata-rata 0,2 hektare per keluarga. Selain itu, saat ini petani juga kerap melakukan analisa manual, namun tidak optimal untuk memperoleh hasil produktivitas pertanian yang tinggi. Oleh sebab itu, solusi untuk meningkatkan produktivitas hasil panen bagi petani di Indonesia mutlak diperlukan.

“Berangkat dari permasalahan tersebut, kami menyimpulkan bahwa permasalahan produktivitas panen dengan lahan terbatas harus dicari solusinya. Untuk itu, kami menciptakan sebuah Sistem Plantation Field Analyzer yang merupakan sebuah platform teknologi analisis lahan pertanian dengan menggunakan komputer mini RaspberryPi sebagai pengolah citra dan mikrokontroler ESP32 untuk memonitor kualitas tanah lahan pertanian,” ujar Hansel terkait alat yang dirancang.

PFA memadukan proses citra lahan pertanian menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) dengan sensor dan mikrokontroler yang dipasang di tanah lahan pertanian. Peranti ini kemudian mengolah data yang didapat untuk memonitor kualitas lahan pertanian. Data yang diperoleh berupa gambar perbedaan warna daun padi, sensor kelembapan tanah, dan kelembapan suhu udara. Data yang diperoleh tersebut menjadi indikator dalam sistem PFA untuk memberikan kesimpulan mengenai kondisi suatu lahan pertanian apakah lahan pertanian tersebut subur, cukup air, dan sebagainya.

Alat yang dirancang tim FTUI ini juga telah dilakukan uji coba di sebuah lahan. Hasil uji coba tersebut menghasilkan image processing pada sistem UAV yang menunjukkan gambar perbedaan tanaman yang subur dan tidak subur. Hasil ini diperoleh dengan menggunakan fungsi pada openCV yaitu thresholding. Sebelum digunakannya fungsi thresholding, perlu mengubah colorspace dari citra RGB (Red, Green, Blue) menjadi HSV (Hue, Saturation, and Value). Pengguna dapat memberi input nilai threshold pada program sehingga pixel warna yang memiliki nilai biner sesuai dengan threshold tersebut akan memiliki warna putih, sedangkan pixel warna yang memiliki nilai biner yang tidak sesuai akan ditampilkan dengan warna hitam.

Di sisi lain, untuk sensor sistem penjaga kualitas tanah dapat menghasilkan data berupa nilai analog pada sensor kelembaban tanah. Jika nilai di atas 400 berarti kondisi tanah kering, dan di bawah 400 berarti basah. Nilai RH (Relative Humidity) yang ditunjukkan dalam persentase dan nilai suhu yang dihasilkan oleh sensor DHT11 (Sensor kelembaban dan temperatur udara) sudah menunjukkan hasil yang benar. Kedua data yang dihasilkan oleh UAV dan sensor penjaga kualitas tanah akan menjadi indikator dalam sistem PFA untuk memberikan kesimpulan mengenai kondisi suatu lahan pertanian.

“Dengan keunggulan dalam nilai presisi, diharapkan PFA dapat diaplikasikan secara luas ke sektor pertanian di Indonesia untuk meningkatkan produktivitas pertanian di Indonesia,” ujar Hansel. Aplikasi tersebut telah dipresentasikan pada ajang Electrical and Computer Competition (ELCCO) 2020 di Universitas Udayana pada bulan Februari 2020, dan berhasil meraih Juara 1.

X