Dua fakultas dari Universitas Indonesia (UI), yakni Program Studi Teknik Lingkungan (PSTL) Fakultas Teknik (FT) dan Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran (FK) melakukan penelitian bertajuk Implementasi One Health di Sektor Peternakan Ruminansia: Integrasi Water, Sanitation and Hygiene (WASH) dan Biosecurity untuk Pencegahan Infeksi Bakteri Antimicrobial Resistance terhadap Masyarakat Peternak. Penelitian ini juga dilakukan bersama dengan program studi Teknik Lingkungan dan program studi Ilmu Komunikasi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS).
Dengan dukungan dana dari Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BIMA) Kemdikbudristek, tim penelitian ini berfokus untuk memperkuat pengetahuan masyarakat peternak dalam berperilaku sehat melalui Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (STBM). Penelitian sudah dilakukan pada Agustus hingga Desember 2023 di sepanjang Sungai Brang Biji, Sumbawa. Sungai ini memiliki panjang utama 33.2km yang bermuara dari Teluk Sumbawa menuju ke Laut Flores dan melewati 7 Desa di Kab. Sumbawa. Keberadaan sungai ini sangat penting bagi masyarakat di sepanjang sungai tersebut karena digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mandi, cuci, dan kakus (MCK).
Dari penelitian yang telah dilakukan, tim mendapatkan gambaran eksisting perilaku masyarakat peternak berdasarkan penerapan STBM oleh pemerintah Kab. Sumbawa dalam kurun lima tahun terakhir. Kab. Sumbawa dipilih karena mewakili kegiatan peternakan di Indonesia Timur dengan jumlah rumah tangga usaha peternak (RUTP) sebanyak 0.64% dibanding jumlah RUTP di seluruh Indonesia.
“Masyarakat Sumbawa pada umumnya dan masyarakat peternak pada khususnya sangat bergantung pada ekosistem Sungai Brangbiji mengingat sungai tersebut tidak hanya digunakan utuk MCK, namun untuk kegiatan irigasi pertanian juga. Peternakan sapi, kerbau, dan kuda yang dibudidayakan secara ekstensif maupun semi-ekstensif di bantaran Sungai Brangbiji oleh masyarakat peternak merupakan pembeda dibanding masyarakat peternak di bantaran sungai lainnya di Indonesia,” ujar Edi Nusantara, S.Sos., MT., yang merupakan Kepala Bappeda Kab. Sumbawa pada acara diseminasi penelitian Kantor Bappeda Kab. Sumbawa (27/03).
Diseminasi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan di Kab. Sumbawa, yakni Bappeda Kab. Sumbawa, Dinas Peternakan Kab. Sumbawa, Camat Kec. Sumbawa, Lurah Desa Pekat, Lurah Desa Brang Bara, Lurah Desa Samapuin, Lurah Desa Lempeh, Lurah Desa Lempeh, Lurah Desa Brang Biji, Yayasan Plan International Indonesia, Forum Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu (PSDAT) Kab. Sumbawa, serta tim peneliti UI dan tim peneliti UTS.
Ketua Program Studi Teknik Lingkungan FTUI Dr. Cindy Rianti Priadi, ST., MSc., menyampaikan, ”Dampak kesehatan yang yang timbul akibat tidak menerapkan STBM dapat sangat serius, baik bagi lingkungan maupun masyarakat. Buang air besar sembarangan dan air limbah yang tidak diolah dapat mencemari pasokan air dan mendukung penyebaran penyakit diare seperti kolera. Kaum rentan yang dapat terpapar penyakit kolera menurut UNICEF adalah anak-anak. Seperempat dari semua anak di bawah usia lima tahun di Indonesia menderita diare. Orang dewasa pun juga dapat terpapar diare akibat air untuk MCK sudah terkontaminasi oleh bakteri tinja, salah satunya E. coli.”
Menurut Edi Nusantara, penelitian ini sejalan dengan hasil studi rutin yang telah dilakukan oleh Bappeda. Ia juga menyampaikan informasi tambahan mengenai kondisi sosial budaya masyarakat peternak di bantaran Sungai Brangbiji, “Mayoritas suku yang tinggal di sepanjang Sungai Brangbiji bukan dari suku setempat, sehingga nilai-nilai dan norma yang diyakini berbeda dengan suku asli Samawa. Kondisi ini menyebabkan komunikasi dengan peternak yang tinggal di bantaran sungai sulit dilakukan.”
Salah satu anggota peneliti PSTL FTUI, Dr. Iftita Rahmatika, ST., M.Eng., menambahkan, “Masyarakat peternak maupun masyarakat umum yang tinggal di sekitar Sungai Brangbiji dapat terpapar bakteri asal tinja yang sering dijumpai sebagai indikator kualitas air, yakni E. coli. Bahkan saat ini E. coli yang resistan terhadap antibiotik, terutama yang berasal dari golongan beta laktam, secara langsung maupun tidak dapat memapar ke dalam tubuh manusia melalui pemakaian air sungai untuk MCK. Mereka yang terpapar akan sulit disembuhkan dengan pengobatan antibiotik yang biasa diberikan karena sudah mengalami kekebalan terhadap antibiotik, akibatnya resiko kematian semakin tinggi.”
Survei kualitas air dengan parameter E. coli yang resistan terhadap golongan beta laktam juga telah dilakukan di titik-titik yang mewakili 7 Desa dilewati Sungai Brangbiji. Survei bertujuan untuk menguatkan dugaan tercemarnya Sungai Brangbiji akibat kegiatan kegiatan antropogenik. Berdasarkan hasil survei tersebut, E. coli yang resistan terhadap golongan beta laktam ditemukan pada 24% titik survei.
Dekan FTUI, Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU., berharap hasil penelitian tim dapat memberi informasi bagi pemegang kebijakan program STBM. “Ada beberapa poin masukan dari tim perlu diperhatikan dan ditingkatkan kedepannya, seperti komunikasi yang belum tepat mengenai penyadaran keberlanjutan program STBM terhadap masyarakat peternak maupun masyarakat umum di sepanjang Sungai Brangbiji, dan kurangnya aplikasi teknologi untuk penanganan ekskreta ternak. Dengan demikian pemegang kebijakan perlu berkomitmen untuk mendanai program STBM yang berasal dari sumber anggaran pemerintah maupun non- pemerintah,” ujar Prof. Heri.
***
Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia