id
id

Sekolah Terapung Rancangan Mahasiswa UI untuk Pemerataan Akses Pendidikan di Indonesia

Dua mahasiswa Universitas Indonesia (UI) lintas disiplin ilmu, yaitu Wildan Zulfa Abdurrohman (Fakultas Teknik (FTUI) 2018) dan Muhammad Rifai Hasbi (Fakultas Kedokteran Gigi (FKG UI) 2019), merancang Sekolah Terapung, sebuah inovasi yang memanfaatkan kapal nelayan untuk mempermudah masyarakat pesisir mengakses pendidikan. Rancangan inovasi ini dituangkan dalam esai berjudul “Inovasi Sekolah Terapung Berbasis Pemanfaatan Kapal Nelayan dalam Memperluas Akses Pendidikan di Wilayah Pesisir Nusantara”. Berkat esainya tersebut, kedua mahasiswa UI berhasil meraih Juara Tiga dalam ajang Lomba Esai Nasional “Inovasi Kemaritiman Pada Masa Pandemi” Kompetisi Nasional Kemaritiman 2020, yang telah berlangsung pada 16 Oktober 2020.

Dalam rancangannya, kedua mahasiswa UI ini menggunakan kapal purse seine – salah satu jenis kapal penangkap ikan yang mayoritas dipakai oleh nelayan Indonesia – sebagai Sekolah Terapung. Kapal tersebut dimodifikasi pada bagian-bagian kapal agar sesuai dengan bentuk simulasi ruang kelas, yang dapat bergerak dari satu pulau ke pulau lainnya. Bagian ruang kerja kapal dapat diubah menjadi ruang kelas lengkap yang dapat menampung sekitar 20 siswa dengan area belajar siswa, guru, papan tulis, dan rak buku pada bagian belakang gudang kapal. Dengan penerapan protokol kesehatan, kelas dapat dilangsungkan dengan aman bahkan dalam pandemi.

Sekolah terapung dijalankan dengan sistem jemput bola. Kapal berlayar dari satu sisi pulau ke pulau lainnya, menjelajah dari satu desa ke desa lainnya melalui sebuah sistem penjadwalan yang telah diatur oleh dinas pendidikan terkait. Satu unit kapal terapung dapat dimanfaatkan oleh tiga jenjang pendidikan dasar yang berbeda, sesuai kebutuhan.

Rancangan Sekolah Terapung karya Wildan dan Hasbi dilatarbelakangi oleh tantangan dan kendala pemerintah di dalam menyediakan akses pemerataan pendidikan, khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berpenghuni. Kondisi geografis Indonesia memiliki 17.491 pulau, dengan 60% penduduk Indonesia tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai. Ditambah lagi, di tengah suasana pandemi ini siswa dituntut untuk melakukan pembelajaran daring berbasis pemanfaatan teknologi. Banyak permasalahan baru muncul seperti minimnya jaringan internet, kurangnya fasilitas gawai, serta keterbatasan orang tua menyediakan sarana pembelajaran. Kurangnya sarana prasarana yang mendukung pembelajaran menjadi penghambat bagi masyarakat pesisir untuk memperoleh pendidikan yang layak di masa pandemi ini bila dibandingkan dengan pelajar di kota besar.

“Inovasi ini menitikberatkan pada simulasi ruang kelas yang diciptakan di atas sebuah kapal yang dapat bergerak menyusuri perkampungan pesisir. Keberadaan gagasan untuk inovasi ini menjadi penting untuk mengatasi permasalahan sulitnya akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah pesisir karena keterbatasan sekolah serta ketidakmampuan masyarakat mengikuti mekanisme pembelajaran daring yang telah ditetapkan,” ujar Wildan.

“Sekolah Terapung yang digagas merupakan konsep sekolah yang dapat diakses secara mudah oleh anak-anak di pesisir, pulau kecil yang tidak memiliki gedung sekolah, tanpa harus menempuh jarak jauh dari rumah mereka ke sekolah di pulau besar. Sistem yang dipakai mengadopsi pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada umumnya, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan saat pandemi,” kata Hasbi.

Selain lebih memudahkan akses, sekolah ini juga menguntungkan bagi daerah yang masih belum memiliki gedung sekolah dan menjadi solusi bagi problematika anak-anak pesisir yang masih memiliki keterbatasan untuk melakukan sekolah daring. “Untuk mendirikan sekolah terapung ini, masyarakat pesisir dapat memanfaatkan kapal nelayan yang sudah tidak digunakan. Salah satu jenis kapal yang dapat dimodifikasi menjadi sekolah terapung adalah jenis purse seine,” kata Wildan lebih lanjut.

Gagasan yang dirancang oleh Wildan dan Hasbi menjadi salah satu bentuk kepedulian sivitas akademika UI terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Sebelumnya, FTUI telah mengusung Sekolah Indonesia Cepat Tanggap yang merupakan inisiatif untuk membangun infrastruktur pendidikan berupa bangunan sekolah pada berbagai lokasi yang terdampak bencana alam di Indonesia. Saat ini ada delapan sekolah yang telah dibangun dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

X