Tiga mahasiswa Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), merancang “The Passage”, sebuah desain rumah susun yang dapat menjadi solusi dalam menyediakan tempat tinggal bagi para tuna wisma perkotaan di masa pandemi. Desain itu mengantar Aurelia Audrey, Rifki Fauzan, dan Tannia Aurellia meraih Juara 2 pada sayembara internasional Skid Row 2021: International Design Competition. Sayembara internasional ini diselenggarakan oleh The American Institute of Architects (AIA) Committee on Design.
Dekan FTUI Prof. Dr. Heri Hermansyah menyampaikan apresiasi atas pencapaian prestasi internasional yang diraih mahasiswa arsitektur FTUI beserta pembimbingnya. Tim FTUI dibimbing oleh dosen Departemen Arsitektur FTUI dan arsitek profesional, yakni Ir. Evawani Ellisa., M.Eng., Ph.D., Baiq Lisa Wahyulina, S.T., M.Ars., IAI, dan Farrell Jeremiah, S.Ars. The Passage berkompetisi dengan karya-karya lain dari seluruh dunia dalam kompetisi yang diselenggarakan pada 8 Oktober 2021 – 3 Januari 2022.
“Tunawisma merupakan masalah yang melekat dan menjadi krisis di sebagian besar kota di sekitar kita. Pada kawasan kumuh di kawasan Skid Row District, Los Angeles, Amerika Serikat, ada 10.580 orang dan sekitar setengahnya hidup sebagai gelandangan. Yang mengejutkan, mayoritas penghuni kawasan kumuh ini adalah orang dewasa pada usia produktif. Hal ini menjadi masalah karena ada mindset tertentu pada para tunawisma sehingga mereka terus terjebak hidup di daerah kumuh tanpa merasa ada harapan untuk mengubah nasib mereka,” kata Aurelia terkait kondisi warga Skid Row District.
Tannia Aurellia menjelaskan filosofi desain The Passage sebagai jalan setapak yang sempit, tapi juga menjadi tempat untuk menjalani kehidupan yang besar dan dinamis. “Kami ingin The Passage sebagai dorongan untuk maju dan selalu bergerak menuju cara hidup yang lebih baik, terpenuhi, aman dan sehat. Melalui desain ini, kami ingin membuat perubahan bagi masyarakat untuk membuka pikiran mereka untuk mencapai produktivitas dan kebersamaan. Sebuah ikhtiar dan juga harapan bagi para tunawisma untuk menjalani masa depan yang lebih baik,” ujarnya.
Evawani Ellisa yang dikenal sebagai pakar perancangan kota memaparkan, “Desain ini diharapkan dapat menjadi jawaban untuk menjawab tiga permasalah utama yang dihadapi tuna wisma, yaitu tidak produktif, diskriminasi, dan tidak adanya atau kurangnya perlindungan bagi mereka. Kami ingin The Passage menjadi ruang untuk mengejar produktivitas, memastikan perlindungan bagi individu untuk meningkatkan peluang mereka di masyarakat dan sebagai wadah yang mendukung kegiatan berbasis komunitas yang mendorong kesetaraan dan interaksi sosial.”
“Sirkulasi menjadi salah satu tema desain yang paling penting dan mendasar, di mana sirkulasi memberikan pengalaman hidup yang tidak sepenuhnya asing bagi mereka. Kebiasaan interaksi dan kehidupan sebagai tunawisma merampas peluang mereka untuk menjalani interaksi positif yang sehat. Jadi, idenya di sini adalah untuk menciptakan ruang dengan keterbukaan dan fleksibilitas yang memfokuskan pada aspek-aspek positif dari kehidupan jalanan (kehidupan yang dinamis dan interaksi sosial), dan menciptakan kembali aspek-aspek ini pada ruang yang lebih aman dan lebih baik untuk ditinggali,” kata Rifki.
“Desain The Passage berupa dua massa bangunan utama yang dirangkul oleh void guna mempertegas strategi pembentukan ruang sirkulasi utama yang bersifat linear. Elemen sirkulasi penghubung antar unit didesain berupa ramp yang membentuk ruang komunal linear multifungsi yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas pengembangan diri para tunawisma. Massa bangunan ‘staging’ membagi hierarki antar fungsi, level lantai yang lebih rendah diorientasikan untuk fungsi publik, sedangkan level lantai yang lebih tinggi sebagai ranah fungsi privat. Lay-out bersifat open plan guna merespon tantangan kebutuhan ruang di masa mendatang, baik dalam kondisi pandemi maupun non-pandemi,” kata Baiq Lisa Wahyulina. Ia menjeleaskan, lay-out dan peruntukan ruang bersifat ‘convertible’.
Ruang komunitas ditempatkan di bagian paling depan. Ia merupakan ruang terbuka yang dipenuhi tanaman hijau dan tangga yang dilengkapi dengan area duduk. Tujuannya untuk menciptakan lingkungan yang ramah bagi masyarakat, meningkatkan interaksi satu sama lain, dan guna melakukan kegiatan sosial bagi masyarakat.
Mulai dari lantai dua sampai enam, ruang tengah bangunan dilengkapi dengan tanjakan panjang yang menghubungkan semua tingkat yang berisi unit hunian sampai ke bagian atas bangunan. Setiap berpindah ke lantai berikutnya melalui ramp, maka penghuni akan melewati teras yang dilengkapi dengan ruang terbuka hijau. Fungsinya sebagai penyangga dan ruang bersama bagi penghuni di setiap lantai.
Prof. Heri berharap agar pencapaian para mahasiswa tersebut dapat memotivasi mahasiswa arsitektur lainnya untuk mengembangkan minat dan potensi di bidang arsitektur dan menambah kepercayaan diri dalam bersaing di dunia internasional. Ia berharap, “Desain The Passage dapat diimplementasikan di Indonesia dengan menyesuaikan kondisi yang ada sebagai alternatif solusi permasalahan gelandangan dan pengemis (gepeng) yang semakin marak di kota-kota besar Indonesia.”
***
Biro Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia