id
id

Workshop Sejarah dan Teori Arsitektur Bersama Teoh Chee Keong

Pada Rabu (24/4), Program Studi Arsitektur Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) mengadakan workshop dengan kembali mengundang dosen tamu dari School of Architecture and Built Environment UCSI Malaysia, Dr. Teoh Chee Keong. Workshop ini diselenggarakan bagi para mahasiswa Pascasarjana dalam mata kuliah Sejarah dan Teori Arsitektur. Workshop yang diadakan di Lantai 3 Gedung Departemen Arsitektur FTUI ini mengusung tema Urban Observing Through Mapping: Community and Its Collective Memory.

Sebelum memulai workshop, Prof. Dr. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc. sebagai dosen pengampu, memberikan sambutannya, “Terima kasih kepada Dr. Teoh yang telah hadir. Meski pertemuan kita cukup singkat, tidak mengurangi kesempatan dalam membagikan ilmu dan metode dalam workshop ini. Saya harap dari workshop ini dapat menghasilkan karya tulis yang merupakan kolaborasi antar mahasiswa dan Dr. Teoh.“

Selama workshop, para mahasiswa memaparkan hasil pengamatan terkait masing-masing lokasi yang menjadi bahan penelitian mereka. Misalnya saja Andhi Seto Prasetyo yang melakukan penelitian di Pecinan, Pasar Lama Tangerang sebagai materi tugasnya. Andhi menjelaskan bahwa lokasi tersebut merupakan pemukiman pertama masyarakat Tionghoa di Tangerang. Bangunan yang berdiri pun masih banyak yang mempertahankan arsitektur Tionghoa. Namun, seiring berjalannya waktu, bangunan-bangunan tersebut mengalami penurunan kualitas fisik dan lingkungan serta perubahan bentuk dan fungsi. Sebagian besar fasad bangunan khas arsitektur Tiongkok telah berubah menjadi fasad bangunan modern yang telah kehilangan nilai sejarahnya.

Lebih lanjut, Andhi fokus membahas salah satu rumah yang telah dipugar menjadi kafe, yaitu Kopi Lampion. Berdasarkan hasil penelusurannya, kafe ini telah berdiri sejak tahun 1800-an. Keunikan arsitekturnya membuat kafe ini pernah menjadi lokasi syuting untuk beberapa judul, baik sebelum mau setelah dipugar. “Selain denahnya, ciri khas arsitektur Cina pada Kafe Kopi Lampion terlihat jelas pada fasad bangunannya. Hal ini dapat dilihat pada beberapa bagian yaitu: atap; pintu dan jendela; dinding; dan naungan matahari. Penambahan langkan yang menjadi aksen pun memperkuat karakter arsitektur Cina,” jelas Andhi.

Berbeda dengan Andhi yang membahas bangunan, Daffa Shiddiq membahas sebuah jembatan, yaitu Jembatan Titi Gantung di Binjai. Menurutnya jembatan ini memiliki nilai sejarah dalam keluarganya. Hal ini tertuang dalam foto-foto yang diambil oleh kakeknya yang mempunyai hobi fotografi. Berdasarkan hasil pengamatannya, jembatan tersebut dahulu digunakan sebagai penghubung dari pemukiman warga menuju kota dan pasar. “Berbeda dengan masa lalu, masa sekarang jembatan tersebut justru banyak digunakan untuk memacu adrenalin para pengguna sepeda motor atau hanya sekadar beli kue pancong,” Daffa menjelaskan sambil bercanda.

Lain pula dengan Arfianty Hutuba yang lebih membahas budaya di Kelurahan Ipilo, Kota Gorontalo. Arfianty menjelaskan, di lokasi tersebut kerap dilakukan kebiasaan memasang lampu pada 3 hari terakhir bulan Ramadhan untuk menyambut ‘Lailatul Qadr’. Lampu tersebut pada awalnya menggunakan belahan papaya yang ditaruh miyak kelapa dan sumbu dari kapas, lalu kemudian beralih ke bambu dan lampu botol atau lampu pijar. “Tradisi ini sudah ada mulai abad ke-15 yang di awali dengan inisiatif warga memberikan penerangan sepanjang jalan agar memudahkan perjalanan orang untuk I’tikaf di masjid,” jelasnya.

“Saya merasa terhormat berada di sini untuk berdiskusi bersama Anda semua (para mahasiswa). Saya sangat senang karena Anda memaparkan hal-hal yang melampaui ekspektasi saya. Saya berharap melalui kegiatan ini kita dapat menemukan ide-ide baru dalam pengembangan arsitektur,” ujar Dr. Teoh Chee Keong.

“Saya berterima kasih kepada Dr. Teoh telah memberikan wawasan yang luas kepada para mahasiswa FTUI. Saya berharap workhsop ini dapat menjadi wadah bagi para mahasiswa dan dosen tamu kita untuk berbagi sejarah, teori arsitektur dan keunikan arsitektur dari berbagai daerah di Indonesia. Kedepannya, diskusi ini dapat memperkaya wawasan dan menginspirasi inovasi dalam dunia arsitektur,” ujar Dekan FTUI, Prof. Dr. Ir. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng., IPU.

Teoh Chee Keong menjabat sebagai Deputy Dean di School of Architecture and Built Environment, UCSI Malaysia. Beliau mendapatkan gelar BArch (1999) dan MArch (2005) dari Chung Yuan Christian University, Taiwan. Pada tahun 2015 beliau mendapatkan nominasi dari QS Stars Award Reimaging Eduation. Bidang yang diminati Teoh Chee Keong adalah Arsitektur dan Pedagogi, Kajian Budaya, serta Pembelajaran Berbasis Masalah.

***

Kantor Komunikasi Publik
Fakultas Teknik Universitas Indonesia

X