en
en

Cegah Punahnya Arsitektur Tradisional Bangsa, FTUI Luncurkan Film Dokumenter Rumah Adat Ngadha NTT

Dalam rangka peringatan Dies Natalis ke-55, Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menggagas sebuah kreasi film dokumenter arsitektur tradisional berjudul “Ka Sao : Daur Hidup Rumah Adat Ngadha”. Film dokumenter ini merupakan buah karya LDAV (Loka Dokumentasi Arsitektur Vernakular) yang dibentuk oleh Departemen Arsitektur FTUI dengan tujuan untuk mengelola dan mengarsipkan seluruh data dan dokumentasi hasil penelitian arsitektur vernakular tradisional Indonesia. Salah satu hasil program jangka pendek LDAV adalah film dokumenter arsitektur tradisional di berbagai daerah Indonesia. Pemutaran film perdana dilaksanakan pada Sabtu (11/1) di Institut Français d’Indonesie, Jakarta.

Karya film pendek ini berangkat dari fenomena yang tengah terjadi di masyarakat, yang kini lebih memilih budaya modern dalam mewujudkan karya arsitektur. Arsitektur tradisional Indonesia mengalami krisis dan menghadapi ancaman kehilangan identitas. Ketua Departemen Arsitektur FTUI Dr. Ing. Ir. Dalhar Susanto menyampaikan bahwa dengan hadirnya LDAV diharapkan mampu berpacu dengan waktu untuk mendokumentasikan sebelum arsitektur vernakular tersebut punah tanpa jejak dan beralih rupa menjadi arsitektur modern. Dari sudut pandang akademisi, hal ini juga dapat berdampak terhadap hilangnya jejak pengetahuan arsitektur tradisional yang belum sepenuhnya digali.

Senada dengan beberapa penelitian Perkembangan dan perubahan zaman yang semakin masif saat ini telah mempengaruhi nilai-nilai budaya di Indonesia. Budaya yang diperoleh turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya, semakin lama semakin tergerus oleh tekanan modernisasi. Diharapkan melalui karya film dokumenter, arsitektur tradisional dapat senantiasa dipahami serta tetap terjaga kelestariannya. Kami memilih masyarakat suku Ngadha – Nusa Tenggara Timur sebagai fokus dari film perdana LDAV. Ngadha merupakan wilayah yang masih memiliki banyak permukiman tradisional oleh karena kebudayaan yang dijalankan oleh masyarakat Ngadha dapat menjaga keberlangsungan rumah adat. Beberapa diantaranya telah ditetapkan sebagai cagar budaya, seperti desa tradisional Bena, Tololela dan Gurusina.

Film arsitektur vernakular Suku Ngadha mengangkat konsep rumah yang disebut “sao oné”. Dalam konsep ini, rumah diperlakukan sebagai suatu entitas insani; atau diibaratkan sebagai sosok manusia yang tumbuh. Arsitektur tradisional yang menjadi fokus film dokumenter adalah rumah adat masyarakat Ngadha yang dinamakan sao meze saka pu’u. Karakter arsitektur sa’o saka pu’u – terbentuk dari beberapa keunikan yang terkait dengan beberapa aspek antara lain; penamaan rumah, sistem jaringan rumah, klasifikasi simbolik dualisme/oposisi binari, dan proses daur hidup. Film dokumenter juga akan menyajikan sisi tektonis, atau bagaimana sa’o menunjukkan teknologi dan pengetahuan teknik yang berkelanjutan dan bertahan terhadap karakter lokasi geografik wilayah cincin api (ring of fire).

Keterangan gambar :
Masyarakat Ngadha mempercayai bahwa untuk mencapai kesempurnaan, rumah harus melewati 10 tahap. tahapan ini diibaratkan sebagai fase kehidupan (bayi – remaja – dewasa – tua/mapan). Setiap tahap yang dilewati, rumah harus dibongkar habis. kemudian dibangun dari awal dengan bahan dan material yang baru. sebagai representasi jiwa baru yang lebih dewasa.

Acara pemutaran film perdana tersebut mencakup kegiatan pemutaran film, talk show, diskusi (dengan pembicara dari akademisi, budayawan dan profesional arsitek) dan fundrising. Film dokumenter ini dibuat di Kampung Tololela di Kecamatan Jerebu’u Kabupaten Ngadha, Flores NTT.

Film dokumenter merupakan media yang atraktif dan efektif untuk menyebarkan wawasan pengetahuan arsitektur vernakular. Dengan demikian, keunikan dan pengetahuan arsitektur vernakular tidak lagi eksklusif atau sebatas konsumsi para akademisi, budayawan maupun wisatawan namun juga bagi masyarakat umum dalam lokal maupun internasional. “Diharapkan melalui film ini, LDAV dapat memperkenalkan arsitektur tradisional ke ranah publik dengan cara-cara yang dapat membangkitkan minat dan rasa ingin tahu publik. Dengan demikian masyarakat luas akan mengenal kehidupan maupun kearifan budaya masyarakat tradisional,” tutup Ketua LDAV, Dr. Ir. Toga H. Panjaitan, A.A. Grad. Dipl.

X